Baiklah, mungkin ini sudah
terlalu lama. Paling tidak sudah dua bulan berlalu sejak tulisan saya yang
terakhir. Ini memang sudah memasuki saat-saat dimana ujung jalur untuk sebuah perjalanan
menuntut ilmu yang dikenal dengan kuliah bagi saya dipijak. Masa-masa itu akan
segera berakhir insyaAllah. Jadi, untuk saat ini saya akan sedikit berbagi
pengalaman saya selama menapaki tahapan terakhir dalam sebuah masa studi
sarjana (baca: skripsi).
Salah satu pengalaman yang
mungkin bukan yang paling berkesan, namun menjadi tantangan terbesar adalah
mengumpulkan kekuatan untuk memulai (baca: niat). Sering kali kita-kita yang masih berjiwa muda ini memiliki banyak
kesibukan dan kegemaran lain yang menjadi distraksi sehingga lupa akan tujuan hidup
di dunia kuliah yang sebenarnya. Apa tujuan kuliah yang sebenarnya? Ya
untuk lulus. Yang satu ini memang argumentatif. Akan tetapi setidaknya bagi
saya, tujuan akhir dari kuliah adalah mendapat gelar sarjana apapun alasan
ataupun pencitraan yang kita ajukan.
Kembali ke poin tentang distraksi.
Ada banyak hal yang bisa dimasukkan ke dalam kategori distraksi. dari mulai
yang paling tidak penting seperti main game, tidur, hangout, dsb.
hingga urusan penting seperti bekerja, mengurus kegiatan dakwah, dan
menyelesaikan permasalahan keluarga. Beberapa hal tersebut bisa jadi menjadi
distraksi bagi sebagian dari kita. Bagi saya sendiri, distraksi paling indah
adalah tidur. Pada saat banyak permasalahan seperti konfirmasi yang tak kunjung
dikirim, simulasi yang tidak berjalan dengan semestinya, sampai software
yang bermasalah, tidur jadi pelarian yang sangat menggiurkan. “Sudahlah
ditinggal tidur saja, siapa tahu saat bangun nanti pekerjaannya sudah selesai”
begitulah terkadang otak ini bisa berubah jadi sangat aneh hingga logika
semacam itu sampai muncul.
Lalu bagaimana kita menghadapi
distraksi dan bisa bangkit lagi menyalakan semangat? Salah satu solusi yang
manjur menurut saya yaitu mengingat tujuan awal kita kuliah. Misalkan tujuan
awal kita kuliah adalah sebagai tanda bakti kepada kedua orang tua (karena
berbakti kepada kedua orang tua termasuk amal saleh), mengingat wajah orang tua
kita bisa jadi menjadi pelecut semangat yang mujarab. Contoh lain, mungkin pada
saat diterima di perguruan tinggi di antara kita ada yang memiliki cita-cita
mulia ingin mensejahterakan agama dan bangsa. Dengan mengingat betapa orang-orang
di sekitar kita masih banyak yang menderita, mungkin itu bisa menjadi bahan
bakar bara api semangat yang sedang meredup. Nah, itu semua kembali ke diri
kita masing-masing.
Menyelesaikan atau tidak
menyelesaikan sesuatu memang sebuah pilihan pribadi, akan tetapi saya rasa
menyelesaikan semua yang kita mulai adalah sebuah bentuk pembuktian kualitas
diri dan sebuah bentuk penghargaan bagi orang-orang yang ada disekitar kita.
Orang-orang yang kita sayangi, orang-orang yang menyayangi kita, dan
orang-orang yang mungkin secara tidak kita sadari menitipkan sebagian
harpaannya pada generasi muda seperti kita ini. Jadi, menyelesaikan skripsi
sepertinya memang sebuah pilihan bijak bagi mereka yang menyebut dirinya agent
of change (baca: mahasiswa). Paling tidak menurut saya.
No comments:
Post a Comment