Seseorang telah mengucapkan sesuatu yang membuat saya heran. Dalam sebuah percakapan yang kurang lebih seperti ini:
A: Ah, andai saja saya tidak kehilangan laptop
B: Sudah, kita tetap harus bersyukur
A: Kamu kan tidak kehilangan laptop
...
Lalu si B mengingatkan bahwa selain dia, ada orang yang mengalami musibah yang mungkin saja lebih berat. Bukan segera sadar, bahkan si A mengeluarkan pernyataan yang terkesan meremehkan musibah orang lain.
Dalam hati saya berucap keheranan: Apa? Bagaimana dengan orang ini? Kok bisa muncul ucapan semacam itu? Lalu saya mencoba mengambil pelajaran dan merefleksikannya pada diri saya sendiri. Pernahkan saya menggerutu dengan apa yang Allah takdirkan kepada saya? Ternyata setelah diusut, selalu ada beberapa kesempatan yang diri ini merasa kurang puas dengan ketetapan dari Allah. Lalu apa penyebabnya?
Setelah beberapa jam merenung dan mengamati sekeliling, saya mendapatkan salah satu penyebab yang dapat melatarbelakangi sikap "nggrundel" ini. Terlalu sibuk memikirkan orang mendapatkan nikmat lebih banyak. Itulah salah satu jawaban yang saya dapat. Kesibukan itu membuat diri ini lupa akan besarnya nikmat Allah yang masih kita terima sampai saat ini.
Dalam hal kasus tadi, si A terlalu sibuk memikirkan orang lain yang bisa melakukan beberapa hal yang mungkin saja tidak terlalu bermanfaat dengan laptop mutakhir. Dia lupa bahwa di luar sana ada lebih banyak orang yang dicabut kesempatannya dengan lebih berat. Ada yang kehilangan tangan, ada yang kehilangan kaki, bahkan ada yang kehilangan nyawa. Si A lupa bahwa ia masih memiliki semua itu.
Sungguh benar ucapan Nabi bahwa perkataan "seandainya/jikalau" itu membuka pintu syaithan. Itu adalah pernyataan tidak puas akan apa yang telah Allah tetapkan. Tidak bersyukur! Satu pintu terbuka. Ini satu sudut pandang.
Memikirkan betapa beruntungnya orang di luar sana: "betapa kayanya dia", " enak ya bisa jalan-jalan ke luar negeri", "wah laptop dia hebat bisa ngegame tidak nge-lag" tidak akan ada habisnya. Hanya akan membuat hidup terasa sempit. Mari mencoba lebih banyak memikirkan apa yang telah Allah berikan kepada kita, memikirkan bagaimana orang di sekitar kita yang tidak bisa menikmati apa yang bisa kota nikmati, dan memikirkan bagaimana agar kita bisa membagi kebahagiaan dan kesempatan bagi orang-orang di sekitar kita.
MasyaAllah.. syukron akhi..semoga melalui tulisan ini jalan Allah memudahkan menyemangatkan kembali ana yang lagi merantau kuliah ini dan akhi
ReplyDeletesblumnya ana berat hati untuk kuliah, karena ayah ana telah meninggal dunia beberapa minggu lalu. ana ingin menjaga ibu ana. meski abang ana udah wisuda, dan adik ana masih skolah di SMPIT. cuma ana ga tega melihat ibu ana dirumah. namun, ibu ana tetap pengen ana kuliah.
padahal ana udah mencoba menjelaskan sejak kecil ingin jadi wirausaha aja. banyak peluang di kota kelahiran ana peluang usaha, namun tetap disuruh kuliah biar jadi seorang dosen meneruskan cita cita seperti almarhum ayah ana
Sama-sama, Mas. Mudah-mudahan Allah berikan petunjuk dan kemudahan bagi mas Muhammad Ridho
Delete